BEBERAPA PEMIKIRAN
MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA DIBIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN DILUAR PENGADILAN
Oleh; Prof. Dr.
Mariam Darus, S.H.
Isi:I
II.
Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 jo. PP Nomor 17
Tahun 1999)
1.
Latar
Belakang
Pada
permulaan tahun 1991, beberapa Negara Asia mengalami krisis devisa perbankan,
moneter, dan perekonomian pada umumnya yaitu Jepang, Korea, Pilipina, Thailand,
dan Malaysia yang dimulai dengan menurunnya terhadap dolar Amerika Serikat.
Penurunan ini menyebabkan kesulitan bagi perusahaan bahkan perbankan yang
mempunyai utang dalam valuta asing karena berarti jumlah utangnya makin besar.
Apabila perusahaan atau perbankan tidak memiliki aktiva berupa valuta asing
akan mengalami kesulitan.
Selain investor asing yang menanamkan dana di
Indonesia, banyak pula pihak swasta nasional yang membiayai usahanya dengan
peminjaman luar negri jangka panjang, menengah dan pendek, dalam mata uang
asing. Keadaan krisis di negara-negara Asia akhirnya menular ke Indonesia
dimana kurs rupiah terhadap dolar Amerika turun. Hal ini terjadi karena
kemudian banyak investor yang menarik kembali dana valuta asing dari perusahaan
dan bank.
Pemerintah
mempertimbangkan bahwa kalau keadaan tersebut berlangsung terus maka akan dapat
menguras cadangan devisa yang sudah menipis dan pada akhirnya akan mengancam
posisi Indonesia dalam menjaga likuiditas internasional. Untuk mengatasi
keadaan ini maka Pemerintah mengambil langkah dengan memberikan jaminan
terhadap kewajiban pembayaran pada bank umum. Sebagai pelaksanaan jaminan
Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran bank dan dalam rangka pengawasan,
pembinaan dan upaya penyehatan bank, dibentuklah Badan Penyehatan Perbankan
Nasional atau BPPN. Pertimbangan dari pembentukan badan khusus ini adalah
sebagai berikut:
i.
Bahwa pembangunan nasional merupakan upaya
pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
ii.
Bahwa
dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak
cepat, kompetitif dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta
sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang
ekonomi, termasuk perbankan;
iii.
Bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan
telah diratifikasinya beberapa perjanjian internasional, dibidang perdagangan
barang dan jasa diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan
dibidang perekonomian, khususnya sector perbankan;
iv.
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada
huruf a, huruf b, dan huruf c diatas dipandang perlu mengubah UU Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dengan UU Nomor 10 Tahun 1998.
2.
Wewenang
BPPN
Ketentuan
yang relevan dalam hal ini adalah wewenang yang diberikan UU Nomor 10 Tahun
1998 sebagai berikut:
i.
Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang rapat Rapat Umum Pemegang
Saham
ii.
Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang direksi dan komisaris bank
iii.
Menguasai, Mengelola, dan melakukan tindakan
kepemilikan atas kekayaan milik yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank
yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun luar negeri
iv.
Meninjau ulang membatalkan, mengakhiri dan
mengubah kontrak yang mengikat bank pada pihak ketiga , yang menurut
pertimbangan badan khusus merugikan bank
v.
Menjual atau mengalihkan kekayaan bank, direksi,
komisaris, dan pemegang saham tertentu, didalam negeri ataupun diluar negeri ,
baik secara langsung maupun melalui penawaran umum
vi.
Menjual atau mengalihkan tagihan bank dan
menyerahkan pengelolaanya kepada pihak lain tanpa memerlukan persetujuan
nasabah debitur
vii.
Mengalihkan pengelolaan kekayaan dan manajemen
bank kepada pihak lain
viii.
Melakukan penyertaan modal sementara pada bank,
secara langsung atau melalui konversi tagihan badan khusus menjadi penyertaan
modal pada bank
ix.
Melakukan pengosongan atas tanah dan bangunan
milik atau yg menjadi hak bank yang kuasai pihak lain, baik sendiri maupun
dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang
x.
Menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami
bank dalam progam penyehatan dan mebebankan kerugian tersebut kepada modal bamk
yang bersangkutan dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian direksi / komisaris dan pemegang saham maka kerugian tersebut akan
dibebankan kepada yang bersangkutan
Di
dalam Keppers No 27 Tahun 1998 disebutkan lagi tugas BPPN antara lain sebagai berikut:
i.
Meminta bank dalam penyehatan serta direksi,
komisaris dan pemegang saham menandatangani seegala bentuk dokumen yan bersifat
mengikat yang diperlukan guna keperluan penyehatan bank yang dimaksud, dan
,emjamin pengambilan jaminan baik yang akan, sedang atau telah dicairkan;
ii.
Dalam hal BPPN menilai bank dalam penyehatan
tidak dapat disehatkan kembali, BPPN melakukan pengamanan dan penyelamatan kekayaan
bank yang bersangkutan;
iii.
Menguasai, menjual, mengalihkan, dan atau
melakukan tindakan lain yang seluas-luasnya atas suatu hak kekayaan milik bank
yang berada pada pihak ketiga di dalam maupun di luar negri;
iv.
Meminta kepada pemegang saham yang terbukti ikut
serta baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan timbulnya kerugian
bank untuk sepenuhnya bertanggung jawab atas kerugian tersebut sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
3.
Mediasi
Berdimensi Hukum Publik
Untuk
membantu proses percepatan usaha restrukturisasi utang swasta dibentuklah
Satuan Tugas Prakarsa Jakarta (STPJ). STPJ
berperan sebagai:
a.
Mediator antara para debitor dan kreditor dalam
negosiasi restrukturisasi utang;
b.
Fasilitator dalam pemberian kemudahan dibidang
tertentu (regulatory incentive) dalam rangka restrukturisasi utang.
STPJ
melaksanakan tugasnya berdasarkan suatu kerangka kerja yang disebut “Mediasi
Terstruktur” yaitu suatu proses dengan suatu batasan waktu yang telah
disepakati. Mediasi dapat dikatakan sebagai pilihan penyelesaian masalah di
luar pengadilan yang dipilih sebagai opsi dari Pemerintah untuk memaksimalkan
pengembalian uang Negara.
4.
Analisa
Penyelesaian
sengketa bidang ekonomi dan keuangan terjadi antara debitor dan kreditor. Pada saat
perjanjian-perjanjian diadakan diantara kedua belah pihak. Perjanjian-perjanjian
tersebut tunduk pada asas-asas, antara lain, asas Pacta Sunt Servanda, asas
kebebasan mengadakan perjanjian, asas keseibangan, asas persamaan, asas itikad baik.
Perjanjian yang sudah mempunyai kekuatan meningkat tidak boleh dirubah secara
sepihak kecuali ditentukan undang-undang.
Didalam
perjalanan waktu terjadi perubahan keadaan yaitu krisis ekonomi/keuangan yang
dapat mengakibatkan ekonomi Negara menjadi runtuh. Karena itu untuk
mengatasinya kepada kreditur (BPPN) diberikan wewenang khusus (publik). Berdasarkan
wewenang itu BPPN merubah perjanjian semula menjadi perjanjian bentuk baru
seperti MSAA, MRNIA dan PKPS-PU. Wewenang yang diberikan undang-undang kepada
BPPN itu melanggar sistem yang berlaku.
Daftar Pustaka:
I.
Prof.
Dr. Mariam Darus, SH., Perjanjian Kredit Bank, Alumni, 1978, hlm. 153
II.
Pusat
Pengkajian Hukum & Mahkamah Agung, Perjanjian-Perjanjian Dalam Rangka
Restrukturisasi, Lokakarya Terbatas. Juli 2002
Nama Kelompok:
1.
Anissa
El Husna
2.
Eka
Ernawati
3.
Fitriyah
4.
Syahrul
Ramadhan
Kelas 2EB12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar